
Senin, 29 November 2010
Namun pada kenyataannya peraturan tersebut hanyalah sebuah peraturan yang tidak menghasilkan apapun bagi pendidikan anak pribumi.
Pada tahun 1820 kemudian diinstruksikan kembali untuk menyediakan sekolah bagi penduduk pribumi, namun usulan tersebut pun tidak berhasil juga dan hingga pada tahun 1849 hanya terdapat dua sekolah saja yang berhasil untuk didirikan.
Baru pada tahun 1892, sehabis adanya re-organisasi di bidang pendidikan terciptalah dua jenis sekolah, ialah sekolah kelas satu yang dikhususkan bagi golongan menengah ke atas dan sekolah kelas dua yang dikhususkan bagi golongan rakyat pribumi (bumi putera). Pendidikan yang diajarkan di sekolah kelas dua pun terbatas hanya mencakup pelajaran membaca, menulis, dan berhitung.
![]() |
Schakelschool (id.wikipedia.org) |
Lama pendidikan untuk sekolah kelas dua awalnya hanya hingga kelas 3 yang sanggup ditempuh dalam waktu 3 tahun. Namun seiring dengan berjalannya waktu, sekolah kelas dua menerima suplemen kelas ialah dengan ditambahnya kelas 4 dan kelas 5, yang menciptakan waktu tempuh pendidikan pun menjadi maksimal 5 tahun.
Baca Juga : Pengaruh Budaya Asing terhadap Kebudayaan Indonesia
Kegiatan berguru di sekolah kelas dua hanya sebatas membaca, menulis dan berhitung saja. Bahasa pengantar yang dipakai pun diwajibkan memakai bahasa melayu, yang disertai dengan mempelajari bahasa wilayahnya masing-masing. Mata pelajaran lain yang diajarkan ialah ilmu bumi yang mempelajari perihal lingkungan sekolah dan letak geografis.
Ada juga mata pelajaran ilmu alam yang gres dipelajari di kelas 4 dan kelas 5. Isi mata pelajarannya mengenai pengetahuan perihal binatang, tanaman, dan badan manusia. Mulai tahun 1892 terdapat suplemen mata pelajaran yakni mata pelajaran menggambar dan bernyanyi, namun pada tahun 1912 pelajaran menyanyi tersebut dihapuskan.
Bangunan sekolah kelas dua banyak memakai majemuk gedung seperti gereja, rumah sewaan, hingga benteng bau tanah masa belanda. Namun dari kesemuanya itu, ada sekolah yang memang didirikan khusus untuk sekolah kelas dua, baik itu yang didirikan oleh pemerintah atau yang didirikan oleh para penduduk yang tentu dengan kondisi bangunan seadanya.
Pada perkembangannya sekolah kelas dua tidak sanggup menjelma sekolah umum, hal ini lantaran masih dipertanyakannya kesesuaian pendidikan bagi rakyat umum. Oleh alasannya itu, pada tahun 1907 Gubernur Jenderal van Heutz membentuk jenis sekolah gres berjulukan sekolah desa yang seluruh keberlangsungannya dipelihara oleh masyarakat desa.
Awalnya memang sekolah kelas dua diperuntukkan bagi masyarakat golongan bawah yang jumlah muridnya pun tidak mengecewakan banyak. Namun seiring berjalannya waktu keadaan itu tidak bertahan lama, hampir setiap tahun murid di sekolah kelas dua jumlahnya berkurang menjadi sedikit. Itu disebabkan lantaran sekolah kelas dua kemudian dijadikan sebagai sekolah bagi golongan kelas menengah keatas, ini tidak lain lantaran hadirnya sekolah desa (volksschool).
Meskipun kemudian diperuntukkan untuk golongan menengah ke atas, bergotong-royong kedudukan sekolah kelas dua tetaplah berada di bawah sekolah kelas satu dan pada kenyataannya sebagian besar murid dari sekolah kelas dua tetap saja dari golongan kelas bawah, hal ini disebabkan lantaran pada waktu itu belum dewasa dari golongan atas jumlahnya sangat sedikit dan lebih menentukan sekolah kelas satu, sehingga pada balasannya menciptakan anak dari golongan bawah pun masih sanggup masuk ke sekolah kelas dua.
Ini terbukti dari keadaan murid di Jawa yang hingga tahun 1900 terlihat secara umum dikuasai berasal dari anak golongan bawah, jumlahnya hampir 3 kali lipat dari anak golongan menengah ke atas. Pada tahun 1909 keadaannya meningkat menjadi 5 kali lipat dan tahun 1914 kembali meningkat sebanyak 16 kali lipat dari jumlah anak golongan atas. Sedangkan di luar Jawa murid dari golongan bawah jumlahnya sekitar 10 kali lipat dari golongan atas.
Namun pada balasannya seiring berjalannya waktu tetap saja dengan hadirnya sekolah desa ini maka posisi sekolah kelas dua menjadi kurang diminati, dan hanya sekitar 4% saja belum dewasa yang bersekolah di sekolah dua. Meskipun begitu, pada tahun 1914 keberadaan sekolah kelas dua jumlahnya ditambah menjadi 60 sekolah selama kurun waktu satu tahun. Namun lantaran dirasa tidak berkembang, balasannya pada tahun 1927 sekolah kelas dua keberadaannya digantikan oleh Vervolgschool, ialah sebuah sekolah lanjutan yang masa pendidikan berlangsung selama dua tahun sehabis menuntaskan pendidikan di sekolah desa.
![]() | |
|
Sebenarnya selain dari jenis sekolah yang telah dibahas sebelumnya, masih terdapat beberapa istilah sekolah lain pada masa penjajahan Belanda yang tingkat sekolahnya lebih tinggi dibandingkan sekolah tersebut, contonya yaitu Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang merupakan sekolah setingkat Sekolah Menengah Pertama dan Algemeene Middelbare School (AMS) yang merupakan sekolah setingkat Sekolah Menengan Atas di masa sekarang.
Baca Juga : Trimurti dalam Kepercayaan Agama Hindu
Adapula istilah lainnya yaitu Europesche Lager School (ELS) dan Hogare Burgerlijke School (HBS), ini merupakan sekolah yang khusus disediakan bagi orang-orang Belanda dan orang Eropa pada umumnya. Sekolah khusus orang-orang eropa tersebut juga mempunyai masa pendidikan yang lebih cepat satu tahun dibandingkan dengan sekolah rakyat.
Selain itu adapula sekolah yang didirikan khusus untuk orang-orang dari keturunan Tionghoa yaitu bernama Hollandsche Chineesche School (HCS). Dan karena pembahasannya dirasa terlalu panjang maka untuk jenis sekolah tersebut akan dibahas di postingan selanjutnya.
Selain itu adapula sekolah yang didirikan khusus untuk orang-orang dari keturunan Tionghoa yaitu bernama Hollandsche Chineesche School (HCS). Dan karena pembahasannya dirasa terlalu panjang maka untuk jenis sekolah tersebut akan dibahas di postingan selanjutnya.
Sumber https://bapigif.blogspot.com/
Share This :
comment 0 Comment
more_vert