
Rabu, 06 Juni 2018
Lalu bagaimana sebenarnya mitigasi bencana di negara kita?. Saya kira sampai saat ini istilah tersebut hanya sebatas slogan saja. Coba pas tsunami di Anyer kemarin, tidak ada sama sekali sirene peringatan tsunami dan orang-orang tentu tidak tahu apa yang akan terjadi. Lantas setelah itu pihak terkait memberikan pernyataan bahwa memang alat pendeteksi tsunami dicuri/rusak lah/tidak punya alat deteksi tsunami akibat vulkanik. Pernyataan tersebut sudah menandakan bahwa Indonesia sudah gagal secara masif dan sistemik dalam mitigasi bencana.
Kita terlena dengan megahnya pembangunan infrastruktur ekonomi, bisnis namun untuk urusan nyawa kita abai. Takdir kita berada di Ring of Fire lalu mengapa hal tersebut diabaikan?. Dari sisi manajemen ruang, masih banyak lokasi rawan bencana tapi dibangun tidak sesuai peruntukan. Okelah kalau memang itu buat bisnis, ekonomi tapi solusinya kenapa tidak diberikan akses bagi masyarakat untuk menyelamatkan diri?. Tiga bencana geologi tahun 2018 sudah cukup bagi kita untuk introspeksi dalam hal memahami hakikat ruang Indonesia. Gambar: Republika
![]() |
Shelter Tsunami Banten yang gagal menyelamatkan |
Lihat sekarang banyak rumah-rumah murah dibangun dengan bahan seadanya asalakan developer untung. Posibilitas hancur saat gejala tektonik pasti besar. Memang ironi sekali, semua balik lagi ke sistem negara ini. Bahan-bahan bangunan dan harga tanah mahal maka jalan terakhir adalah mengurangi kualitas bahan yang penting rumah jadi.
Beberapa waktu lalu saya lihat juga salah satu akun medsos pemerintah yang mengajak tentang pentingnya segera pendidikan mitigasi bencana. Lah apakah pemerintah tidak tahu bahwa dalam kurikulum geografi ada materi mitigasi bencana. Semua tinggal aplikasikan, kontekstual mengapa membuat statement demikian?. Saya sebagai guru geografi tentu merasa ada yang aneh dan memang nampaknya pemerintah tidak tahu sama sekali isi kurikulumnya sendiri. Kalau kata geograf senior T. Bachtiar mitigasi Indonesia itu anget-anget tai ayam.
Fenomena alam akan terus terjadi dan tidak bisa diprediksi dan masyarakat Indonesia harus sadar tentang hal tersebut. Kita memang sudah terkunci dalam sistem pemerintahan model seperti ini, tapi paling tidak pemerintah harus berbenah jika tidak ingin korban semakin banyak di kemudian hari. Tapi maaf saja kalau saya mash pesimis melihat pola yang terjadi dari tahun ke tahun. Kok pesimis sih? Ya boleh dong, itu kan hak saya. Ini kan negara hukum, bebas berpendapat toh?.
Share This :
comment 0 Comment
more_vert