
Rabu, 20 Agustus 2014
Mitos merupakan potongan dari manifestasi sebuah tradisi lisan yang berkembang di masyarakat suatu daerah. Pada dasarnya mitos ini hadir akhir dari adanya pertanyaan-pertanyaan akan suatu hal yang belum sanggup dijawab oleh insan secara niscaya atau sanggup juga dikatakan sebagai sesuatu yang berada diluar sistem kecerdikan manusia. Oleh lantaran itu biasanya mitos disampaikan dengan dongeng yang dilebih-lebihkan serta seringkali selalu bekerjasama dengan unsur hal-hal gaib.
Di Indonesia banyak sekali dongeng mitos yang berkembang di masyarakat kita. Apalagi keadaan masyarakatnya yang memang masih memegang etika budaya dan sistem religi yang sanggup dikatakan masih besar lengan berkuasa menciptakan keberadaan cerita-cerita mitos ibarat ini menjadi semakin tumbuh subur.
Tidak terkecuali juga di wilayah Kabupaten Ciamis yang mempunyai banyak dongeng rakyat yang bekerjasama dengan mitos, salah satunya yaitu mitos wacana keberadaan mahluk yang disebut dengan Onom.
![]() |
Alun-alun Ciamis tahun 1933, Sumber: KITLV |
Zaman dahulu untuk menjadi seorang pemimpin suatu kawasan contohnya saja bupati sanggup dibilang tidak sanggup sembarang. Ini disebabkan lantaran pemilihan para bupati pada masa itu biasa dilakukan secara bebuyutan kepada keturunan selanjutnya.
Di Ciamis pun berlaku demikian dimana gelar para bupati pada masa itu lebih banyak diturunkan kepada keluarga yang masih ada hubungannya dengan silsilah keluarga keturunan kerajaan Galuh zaman dahulu. Dan lantaran hal itulah yang kemudian tidak semua orang sanggup menjadi bupati, meskipun tentunya kini ini sudah tidak ibarat itu.
Masyarakat Ciamis percaya bahwa setiap pemimpin atau yang menjabat sebagai bupati di Ciamis pada zaman dahulu selalu dilindungi oleh sosok mahluk gaib. Mahluk mistik itu disebut sebagai Onom yang dipercaya oleh masyarakat Ciamis sebagai sosok mahluk mistik yang berasal dari rancaonom sebuah wilayah yang berada disekitar kecamatan Cisaga Kabupaten Ciamis. Kata Rancaonom mempunyai arti yaitu sebuah wilayah rawa yang merupakan tempat tinggal mahluk onom.
Ketika masa penjajahan kolonial Belanda masih ada, di Kabupaten Ciamis terdapat salah satu program rutin yang biasa digelar setiap tahunnya. Acara tersebut diadakan untuk memperingati hari ulang tahun Ratu Wilhelmina (Ratu Kerajaan Belanda pada masa itu) yang biasa diperingati setiap tanggal 31 Agustus.
Pada peringatan tersebut biasanya diadakan gelaran pesta masyarakat atau pesta etika yang sangat meriah dan biasa disebut juga dengan pesta raja. Banyak masyarakat Ciamis yang sengaja tiba dari pelosok kawasan untuk melihat pertunjukan-pertunjukan yang ditampilkan dalam program tersebut ibarat contohnya saja pertunjukan wayang golek, wayang wong (orang), tari ronggeng dan banyak pertunjukan lainnya.
Acarapun tidak hanya berupa pertunjukan seni saja, melainkan juga terdapat pagelaran pesta ekspo iring-iringan dengan berjalan memutari area disekitar sentra kota ciamis. Dalam iring-iringan tersebut banyak sekali alat musik tradisional dipakai untuk meramaikan program tersebut, serta tidak lupa juga orang-orang yang membawa hasil bumi dan pertanian sebagai rasa syukur kepada yang kuasa yang maha esa.
Namun salah satu yang menarik dalam setiap program ekspo iring-iringan yaitu barisan yang berada di paling depan dalam iring-iringan tersebut, yakni barisan kuda yang dipercantik dan dihiasi biar terlihat lebih menarik. Kuda-kuda tersebut biasanya ditunggangi hanya oleh orang-orang penting saja ibarat para pejabat kawasan dan orang-orang priayi lainnya.
Hampir setiap kuda-kuda yang ada selalu dinaki oleh orang, namun ada salah satu kuda yang tidak dinaiki sama sekali. Kuda tersebut biasanya berada di posisi barisan paling depan dan hanya dijaga dan ditarik oleh orang yang berada di sampingnya tanpa ada yang menungganginya. Selain itu kuda yang dipersiapkan itu dipilih dari kuda yang paling besar lengan berkuasa dan juga paling besar.
Meskipun begitu keganjilan gres mulai muncul sehabis program iring-iringan mengitari kota itu telah selesai. Kuda yang tidak ditunggangi itu justru terlihat yang paling lelah diantara kuda lainnya dan bahkan mengeluarkan busa dimulutnya. Padahal kuda-kuda yang lainnya yang ditunggangi oleh orang tidak ada yang mengalami ibarat hal itu.
Berdasarkan dari dongeng orang yang mengerti (kuncen) bahwa kuda tersebut sebenarnya ada yang menungangi yaitu sosok yang disebut dengan penguasa onom atau gegedenonom. Penguasa onom itu biasanya memang sengaja tiba ketika pesta raja berlangsung dengan dipanggil oleh para kuncen yang sudah mengetahuinya. Biasanya pada ketika proses pemanggilan onom sedang berlangsung, cuaca sekitar yang tadinya cerah pun sanggup tiba-tiba menjadi mendung dengan disertai gerimis, namun kejadian ini hanya terjadi beberapa menit saja dan setelahnya cuaca pun akan kembali menjadi normal.
Adapun tujuan dari dipanggilnya onom tersebut selain untuk melestarikan tradisi yaitu juga sebagai penjaga biar selama proses program pesta raja digelar tidak terjadi hal-hal jelek yang tidak diinginkan.
Di Ciamis pun berlaku demikian dimana gelar para bupati pada masa itu lebih banyak diturunkan kepada keluarga yang masih ada hubungannya dengan silsilah keluarga keturunan kerajaan Galuh zaman dahulu. Dan lantaran hal itulah yang kemudian tidak semua orang sanggup menjadi bupati, meskipun tentunya kini ini sudah tidak ibarat itu.
Masyarakat Ciamis percaya bahwa setiap pemimpin atau yang menjabat sebagai bupati di Ciamis pada zaman dahulu selalu dilindungi oleh sosok mahluk gaib. Mahluk mistik itu disebut sebagai Onom yang dipercaya oleh masyarakat Ciamis sebagai sosok mahluk mistik yang berasal dari rancaonom sebuah wilayah yang berada disekitar kecamatan Cisaga Kabupaten Ciamis. Kata Rancaonom mempunyai arti yaitu sebuah wilayah rawa yang merupakan tempat tinggal mahluk onom.
Ketika masa penjajahan kolonial Belanda masih ada, di Kabupaten Ciamis terdapat salah satu program rutin yang biasa digelar setiap tahunnya. Acara tersebut diadakan untuk memperingati hari ulang tahun Ratu Wilhelmina (Ratu Kerajaan Belanda pada masa itu) yang biasa diperingati setiap tanggal 31 Agustus.
Pada peringatan tersebut biasanya diadakan gelaran pesta masyarakat atau pesta etika yang sangat meriah dan biasa disebut juga dengan pesta raja. Banyak masyarakat Ciamis yang sengaja tiba dari pelosok kawasan untuk melihat pertunjukan-pertunjukan yang ditampilkan dalam program tersebut ibarat contohnya saja pertunjukan wayang golek, wayang wong (orang), tari ronggeng dan banyak pertunjukan lainnya.
Acarapun tidak hanya berupa pertunjukan seni saja, melainkan juga terdapat pagelaran pesta ekspo iring-iringan dengan berjalan memutari area disekitar sentra kota ciamis. Dalam iring-iringan tersebut banyak sekali alat musik tradisional dipakai untuk meramaikan program tersebut, serta tidak lupa juga orang-orang yang membawa hasil bumi dan pertanian sebagai rasa syukur kepada yang kuasa yang maha esa.
Namun salah satu yang menarik dalam setiap program ekspo iring-iringan yaitu barisan yang berada di paling depan dalam iring-iringan tersebut, yakni barisan kuda yang dipercantik dan dihiasi biar terlihat lebih menarik. Kuda-kuda tersebut biasanya ditunggangi hanya oleh orang-orang penting saja ibarat para pejabat kawasan dan orang-orang priayi lainnya.
Hampir setiap kuda-kuda yang ada selalu dinaki oleh orang, namun ada salah satu kuda yang tidak dinaiki sama sekali. Kuda tersebut biasanya berada di posisi barisan paling depan dan hanya dijaga dan ditarik oleh orang yang berada di sampingnya tanpa ada yang menungganginya. Selain itu kuda yang dipersiapkan itu dipilih dari kuda yang paling besar lengan berkuasa dan juga paling besar.
Meskipun begitu keganjilan gres mulai muncul sehabis program iring-iringan mengitari kota itu telah selesai. Kuda yang tidak ditunggangi itu justru terlihat yang paling lelah diantara kuda lainnya dan bahkan mengeluarkan busa dimulutnya. Padahal kuda-kuda yang lainnya yang ditunggangi oleh orang tidak ada yang mengalami ibarat hal itu.
Baca Juga : Destinasi Wisata Alam Menarik Kabupaten Ciamis
Berdasarkan dari dongeng orang yang mengerti (kuncen) bahwa kuda tersebut sebenarnya ada yang menungangi yaitu sosok yang disebut dengan penguasa onom atau gegedenonom. Penguasa onom itu biasanya memang sengaja tiba ketika pesta raja berlangsung dengan dipanggil oleh para kuncen yang sudah mengetahuinya. Biasanya pada ketika proses pemanggilan onom sedang berlangsung, cuaca sekitar yang tadinya cerah pun sanggup tiba-tiba menjadi mendung dengan disertai gerimis, namun kejadian ini hanya terjadi beberapa menit saja dan setelahnya cuaca pun akan kembali menjadi normal.
Adapun tujuan dari dipanggilnya onom tersebut selain untuk melestarikan tradisi yaitu juga sebagai penjaga biar selama proses program pesta raja digelar tidak terjadi hal-hal jelek yang tidak diinginkan.
Kisah Bupati Ciamis R.A.A Sastrawinata yang selamat dari serangan Komunis
Salah satu bupati yang populer di Kabupaten Ciamis yaitu R.A.A Sastrawinata. Dia merupakan bupati Ciamis yang memerintah antara tahun 1914 hingga 1936 dan merupakan bupati Ciamis yang pertama semenjak kata Ciamis mulai pertama digunakan. Mengapa demikian? karena sebelum periode itu, bergotong-royong Ciamis sudah menjadi suatu kabupaten dengan nama Kabupaten Galuh, sedangkan nama Ciamis sendiri gres muncul pada tahun 1916 yang pada ketika itulah Sastrawinata menjadi bupatinya. Oleh lantaran itu, jikalau dihitung semenjak Ciamis masih berjulukan galuh maka bergotong-royong Sastrawinata merupakan bupati ke-18 yang memerintah.
Pada masa bupati Sastrawinata menjabat pernah terjadi sebuah perjuangan pemberontakan yang terjadi sekitar tahun 1926. Pemberontakan itu disinyalir dilakukan oleh orang-orang komunis yang berada di Ciamis. Salah satu tokoh dibalik pemberontakan ini yaitu Egom, Dirja dan Hasan yang merupakan pemimpin wilayah PKI Ciamis.
Sebelum melaksanakan pemberontakan itu, mereka orang-orang simpatisan PKI berkumpul di sekitar area yang kini merupakan taman makam jagoan ciamis. Di tempat itu mereka mulai merancang aksinya dan upaya pertama dimulai dengan melaksanakan pembakaran terhadap salah satu rumah.
Setelah memperabukan rumah para pemberontak kemudian pergi ke sentra kota Ciamis yang tidak jauh dari tempat mereka berkumpul tersebut.
Sesampainya di tujuan yang menjadi sasaran mereka yaitu sentra kota para pemberontak kemudian menyebar, sebagian ada yang pergi ke alun-alun dan sebagian juga ada yang mendatangi rumah tinggal bupati. Dirja yang pada ketika itu merupakan salah satu pentolan agresi pemberontakan kemudian melaksanakan penyerangan terhadap orang-orang yang lewat salah satunya yaitu orang etnis Tionghoa yang berada bersahabat alun-alun.
Pegawai pemerintah yang mengetahui hal itu kemudian segera melaporkannya kepada bupati Ciamis.
Sastrawinata yang sudah mengetahuinya kemudian berusaha dengan sigap untuk tiba ke lokasi kejadian itu dengan membawa senapan untuk berburu. Namun disaat itu pula orang-orang komunis telah tiba dan kemudian mencegatnya dan pribadi menodongkan pistol kepadanya. Bahkan salah satu pemberontak ada yang berusaha menembak bupati Sastrawinata, namun yang terjadi justru pistol yang dipakai malah macet dan tidak meletus. Melihat hal itu bupati Sastrawinata kemudian pribadi melaksanakan serangan balik terhadap pemberontak komunis itu.
Bupati Sastrawinata kemudian bergegas melaporkan kepada polisi wacana kejadian itu, sehingga pada akibatnya perjuangan pemberontakan pun sanggup diredam meskipun menjadikan beberapa korban jiwa. Sementara untuk pemimpin dan dalang pemberontakan yaitu Egom, dirja dan Hasan sanggup ditangkap untuk kemudian diberikan eksekusi mati.
Berdasarkan dongeng itu, orang-orang atau masyarakat Ciamis percaya bahwa pistol yang rusak itu bergotong-royong bukan lantaran adanya kerusakan pistol semata melainkan hal itu disebabkan dari ulah para onom yang berada di sana dan bertugas sebagai penjaga bupati ciamis beserta keluarganya. Bahkan dari orang yang melihat pada ketika kejadian itu berlangsung beranggapan bahwa di belakang bupati Sastrawinata terdapat banyak gerombolan onom yang menciptakan para pemberontak segan untuk membunuh bupati Sastrawinata.
Singkat dongeng atas jasanya untuk menggagalkan upaya pemberontakan itu akibatnya bupati Sastrawinata mendapat penghargaan berupa Bintang Willems Orde dari pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu.
Demikianlah sedikit kisah mengenai mitos mahluk onom yang berada di Kabupaten Ciamis. Benar atau tidaknya sebaiknya kembali kepada kepercayaan kita masing-masing. Hanya saja ketika kita berbeda pendapat wacana hal itu ada baiknya tidak menjadikan itu sebagai suatu hal yang justru sanggup memecah persatuan. Kita sebaiknya mengambil sisi positifnya dari sebuah insiden dan kisah, lantaran terkadang dengan adanya mitos setidaknya sanggup menunjukkan pesan moral yang sanggup dipetik baik itu secara pribadi maupun tidak langsung.
Sumber : Sejarah Kabupaten Ciamis (Nina Herlina: 2013)
Salah satu bupati yang populer di Kabupaten Ciamis yaitu R.A.A Sastrawinata. Dia merupakan bupati Ciamis yang memerintah antara tahun 1914 hingga 1936 dan merupakan bupati Ciamis yang pertama semenjak kata Ciamis mulai pertama digunakan. Mengapa demikian? karena sebelum periode itu, bergotong-royong Ciamis sudah menjadi suatu kabupaten dengan nama Kabupaten Galuh, sedangkan nama Ciamis sendiri gres muncul pada tahun 1916 yang pada ketika itulah Sastrawinata menjadi bupatinya. Oleh lantaran itu, jikalau dihitung semenjak Ciamis masih berjulukan galuh maka bergotong-royong Sastrawinata merupakan bupati ke-18 yang memerintah.
Pada masa bupati Sastrawinata menjabat pernah terjadi sebuah perjuangan pemberontakan yang terjadi sekitar tahun 1926. Pemberontakan itu disinyalir dilakukan oleh orang-orang komunis yang berada di Ciamis. Salah satu tokoh dibalik pemberontakan ini yaitu Egom, Dirja dan Hasan yang merupakan pemimpin wilayah PKI Ciamis.
Sebelum melaksanakan pemberontakan itu, mereka orang-orang simpatisan PKI berkumpul di sekitar area yang kini merupakan taman makam jagoan ciamis. Di tempat itu mereka mulai merancang aksinya dan upaya pertama dimulai dengan melaksanakan pembakaran terhadap salah satu rumah.
Setelah memperabukan rumah para pemberontak kemudian pergi ke sentra kota Ciamis yang tidak jauh dari tempat mereka berkumpul tersebut.
Sesampainya di tujuan yang menjadi sasaran mereka yaitu sentra kota para pemberontak kemudian menyebar, sebagian ada yang pergi ke alun-alun dan sebagian juga ada yang mendatangi rumah tinggal bupati. Dirja yang pada ketika itu merupakan salah satu pentolan agresi pemberontakan kemudian melaksanakan penyerangan terhadap orang-orang yang lewat salah satunya yaitu orang etnis Tionghoa yang berada bersahabat alun-alun.
Pegawai pemerintah yang mengetahui hal itu kemudian segera melaporkannya kepada bupati Ciamis.
Sastrawinata yang sudah mengetahuinya kemudian berusaha dengan sigap untuk tiba ke lokasi kejadian itu dengan membawa senapan untuk berburu. Namun disaat itu pula orang-orang komunis telah tiba dan kemudian mencegatnya dan pribadi menodongkan pistol kepadanya. Bahkan salah satu pemberontak ada yang berusaha menembak bupati Sastrawinata, namun yang terjadi justru pistol yang dipakai malah macet dan tidak meletus. Melihat hal itu bupati Sastrawinata kemudian pribadi melaksanakan serangan balik terhadap pemberontak komunis itu.
Bupati Sastrawinata kemudian bergegas melaporkan kepada polisi wacana kejadian itu, sehingga pada akibatnya perjuangan pemberontakan pun sanggup diredam meskipun menjadikan beberapa korban jiwa. Sementara untuk pemimpin dan dalang pemberontakan yaitu Egom, dirja dan Hasan sanggup ditangkap untuk kemudian diberikan eksekusi mati.
Berdasarkan dongeng itu, orang-orang atau masyarakat Ciamis percaya bahwa pistol yang rusak itu bergotong-royong bukan lantaran adanya kerusakan pistol semata melainkan hal itu disebabkan dari ulah para onom yang berada di sana dan bertugas sebagai penjaga bupati ciamis beserta keluarganya. Bahkan dari orang yang melihat pada ketika kejadian itu berlangsung beranggapan bahwa di belakang bupati Sastrawinata terdapat banyak gerombolan onom yang menciptakan para pemberontak segan untuk membunuh bupati Sastrawinata.
Singkat dongeng atas jasanya untuk menggagalkan upaya pemberontakan itu akibatnya bupati Sastrawinata mendapat penghargaan berupa Bintang Willems Orde dari pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu.
Baca Juga : Asal Usul Nama Kabupaten Ciamis
Demikianlah sedikit kisah mengenai mitos mahluk onom yang berada di Kabupaten Ciamis. Benar atau tidaknya sebaiknya kembali kepada kepercayaan kita masing-masing. Hanya saja ketika kita berbeda pendapat wacana hal itu ada baiknya tidak menjadikan itu sebagai suatu hal yang justru sanggup memecah persatuan. Kita sebaiknya mengambil sisi positifnya dari sebuah insiden dan kisah, lantaran terkadang dengan adanya mitos setidaknya sanggup menunjukkan pesan moral yang sanggup dipetik baik itu secara pribadi maupun tidak langsung.
Sumber : Sejarah Kabupaten Ciamis (Nina Herlina: 2013)
Sumber https://bapigif.blogspot.com/
Share This :
comment 0 Comment
more_vert