
Sabtu, 28 Agustus 2010
Nomor telepon hanya satu hal, dan mungkin saja merupakan hal kecil. Ada yang lebih besar dari itu dan ternyata sangat banyak. Sebagai pola lain, anda mungkin pernah memakai layanan transportasi daring. Aplikasi transportasi yang ada di smartphone anda tentu menyimpan banyak hal. Pertama, pastinya nomor telepon. Alamat anda juga disimpan di aplikasi itu, kemudian kemana anda pergi, masakan yang sering dipesan, anda sendirian atau berkeluarga, dan seterusnya ternyata disimpan di aplikasi tersebut.
Dikutip dari laman Tirto, CEO Gojek, Nadiem Makarim menyatakan jika apa yang ada dalam aplikasi tersebut masuk dalam big data. Ya, istilah yang belakangan ini kerap terkenal dan dianggap sebagai cabang pengetahuan baru. Di dalam big data, data-data yang dikumpulkan oleh aplikasi itu akan dibutuhkan untuk melaksanakan 'prediksi' ihwal apa yang akan dilakukan oleh pengguna.
Singkatnya begini, saat seseorang sering melaksanakan perjalanan ke daerah A, maka aplikasi akan menyarankan klik ke daerah A tanpa harus mengetikkan alamat tujuan. Begitu pula saat pengguna aplikasi memesan makanan. Hal ini menciptakan pengguna aplikasi mengalami kecanduan. Semakin kecanduan, semakin loyal pengguna tersebut ke aplikasi. Tentu saja ujungnya bisa anda tebak.
Di daerah lain, big data ini kabarnya bisa pula dipergunakan untuk memenangkan kontestasi politik. Pasalnya melalui big data, sebuah pihak bisa menggiring opini alasannya bisa membaca tingkah laris pengguna internet. Hal ini sudah dibuktikan melalui kemenangan Donald Trump di Amerika Serikat melalui dukungan Cambridge Analytica.
Makanya banyak pihak merasa khawatir jika penggunaan big data oleh perusahaan aplikasi menyerupai Go-Jek, Grab, Facebook, Uber, Amazon, dan seterusnya akan disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Bentuk dari penyalahgunaan itu yang paling gampang dibayangkan yakni memakai isu di big data itu untuk meneror secara personal. Seseorang yang tahu nomor telepon, daerah tinggal, anggota keluarga, dan kebiasaan-kebiasaan anda di dunia positif tentu bisa dengan gampang melaksanakan teror tersebut. Kalaupun teror sulit dipahami, bagaimana jika tindak kriminal menyerupai pencurian, penculikan, maupun perampokan?
Untuk itulah pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengusulkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. RUU ini bersama-sama diambil dari Permen Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 ihwal Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik. Mengapa Permen ini penting untuk dijadikan UU?
Hal pertama yang menjadi alasan urgen yakni soal ancaman hukuman. Di dalam sebuah Permen, ancaman eksekusi tertinggi yang berlaku yakni hukuman administratif berupa penghentian sementara kegiatan. Sebagai contoh, jika sebuah situs melaksanakan pengumpulan data pengguna kemudian menyalahgunakannya, maka Kominfo hanya berwenang untuk memblokir situs tersebut. Itupun sifatnya hanya sementara. Sebab jika pelanggarannya sudah tidak dilakukan, maka situs itu berhak untuk dibuka kembali.
Sementara itu, di RUU Perlindungan Data Pribadi, hukuman yang paling tinggi yakni hukuman pidana. Sanksi ini mengancam pemalsu data langsung dengan ancaman eksekusi penjara tiga tahun dan atau denda maksimal Rp3 miliar. Lalu jika dengan sengaja tanpa hak mengomersilkan data langsung diancam dengan penjara empat tahun dan atau denda Rp5 miliar atau 4 % dari laba yang diperoleh dari bisnis tersebut. Ancaman yang sama berlaku pula untuk pembeli data tersebut.
Kemunculan angka 4 % dan beberapa poin aturan dalam Permen Kominfo ini memang merujuk ke GDPR (General Data Protection Regulation), yakni sebuah regulasi untuk mengatur proteksi data bagi perusahaan yang menyimpan, mengolah, atau memproses datanya di 32 negara yang tergabung di Uni Eropa. GDPR efektif berlaku pada 25 Mei 2018.
RUU Perlindungan Data Pribadi akan melindungi data pengguna layanan digital dari kegiatan jual-beli yang tidak diinformasikan sebelumnya. Data langsung berdasarkan RUU ini sebagai berikut:
- nama lengkap;
- nomor paspor;
- photo atau video diri;
- nomor telepon;
- alamat surat elektronik;
- nomor kartu keluarga;
- nomor induk kependudukan;
- tanggal/bulan/tahun lahir;
- nomor induk kependudukan ibu kandung; dan
- nomor induk kependudukan ayah;
Oleh RUU ini pula, data langsung pun dibagi dua, yakni data langsung secara umum menyerupai daftar diatas. Lalu ada data langsung yang sifatnya spesifik seperti:
- agama/keyakinan;
- data kesehatan;
- data biometrik;
- data genetika;
- kehidupan seksual;
- pandangan politik;
- catatan kejahatan;
- data anak;
- data keuangan pribadi;
- keterangan ihwal abnormalitas fisik dan/atau mental; dan/atau
- data lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Kalau mengingat betapa bahayanya sekumpulan data yang ada di layanan internet yang anda pergunakan tiba-tiba jatuh kepada orang yang tidak bertanggungjawab, maka seyogyanya pula RUU ini semestinya segera dibahas dan disahkan menjadi Undang-Undang. Sayangnya, berdasarkan DPR, pembahasan RUU ini terbentur oleh situasi dan kerepotan di tahun politik. Kabar baiknya, RUU ini sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional dewan perwakilan rakyat di tahun 2019. Semoga saja.
Lantas apakah yang semestinya dilakukan, meskipun RUU ini belum disahkan?
Data pribadi, baik umum maupun spesifik, sudah semestinya dilindungi mengingat betapa bahayanya apabila data tersebut jatuh ke hero berwatak jahat. Eh maaf, itu novel silat. Ya pokoknya berhati-hatilah dalam menunjukkan data terhadap layanan di internet. Pastikan pengelola layanan tersebut merupakan pihak yang terjaga reputasinya dengan baik dalam menjaga data penggunanya. Kalau terpaksa memakai layanan tersebut, contohnya memakai Facebook, kurang-kurangilah membagi data penting di dalamnya.
Sebab selama RUU itu belum sah menjadi UU, maka banyak orang yang memainkan big data seenaknya dan meraup keuntungan, tidak akan bisa diseret ke meja hijau. Tapi di Indonesia soal proteksi data ini memang masih belum menjadi kesadaran umum ya. Masih banyak yang tidak peduli soal ini. Anda termasuk kedalamnya?
Sumber http://watanabemiho.blogspot.com/
Share This :
comment 0 Comment
more_vert