
Selasa, 09 Desember 2008
Sebelumnya saya sudah pernah membahas sedikit mengenai pengertian sejarah visual di artikel Pengertian Sejarah Visual (Visual History). Pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas kembali wacana sejarah visual namun tentunya dengan klarifikasi dan perspektif yang berbeda. Materi ini bekerjsama saya dapatkan dikala saya mengikuti perkuliahan Sejarah Visual yang diajarkan oleh Prof. Dr. Reiza Dienaputra M.Hum sebagai salah satu mata kuliah gres yang pertama kali diajarkan di jurusan saya.
Di dalam perkuliahan tersebut salah satu buku yang dipakai yakni buku berjudul "Meretas Sejarah Visual" dimana di dalam buku itu telah dijelaskan mengenai konsep dan konstruk wacana sejarah visual. Bisa dikatakan saya sangat puas sekali dengan penulisan dan isi dari buku itu. Bagaimana tidak, buku tersebut pada setiap pecahan selalu dibarengi dengan sumber visual berupa gambar-gambar. Hal ini tentunya sangat menarik dan sanggup menciptakan orang yang membacanya akan lebih gampang untuk mencerna isi dari buku tersebut.
![]() |
photo : raden saleh (wikipedia.org) |
Konsep dari buku tersebut sanggup memudahkan kita dalam merekonstruksi bagaimana caranya kita mempelajari sumber visual dengan metode sejarah visual. Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu bahwa sejarah visual sendiri secara sederhana sanggup diartikan sebagai suatu dongeng insiden sejarah yang disampaikan dan dipresentasikan dengan memakai sumber-sumber visual, baik berupa gambar bergerak maupun gambar tidak bergerak.
Sejarah visual sanggup diangkat dan dipresentasikan dalam banyak sekali tema penulisan sejarah, menyerupai sejarah sosial, sejarah politik, sejarah ekonomi, maupun sejarah budaya. Hingga jadinya sejarah visual merupakan bentuk gres dari historiografi serta konstruk-konstruk sejarah visual pada banyak sekali kategori sejarah.
Baca Juga : Cerita Babad Tanah Jawi
Sejarah visual sanggup diangkat dan dipresentasikan dalam banyak sekali tema penulisan sejarah, menyerupai sejarah sosial, sejarah politik, sejarah ekonomi, maupun sejarah budaya. Hingga jadinya sejarah visual merupakan bentuk gres dari historiografi serta konstruk-konstruk sejarah visual pada banyak sekali kategori sejarah.
Di dalam buku itu menjelaskan bahwa dikala kita menelaah lebih lanjut wacana sumber visual, maka di Indonesia sendiri sumber visual itu sanggup dikatakan sudah sangat banyak, hal ini sanggup dilihat dari banyaknya karya-karya yang sanggup dikategorikan ke dalam sumber visual berupa gambar menyerupai misalnya saja lukisan-lukisan yang dibentuk oleh para seniman populer terdahulu salah satunya yaitu karya Raden Saleh.
Apabila dikaji lebih mendalam karya-karya berupa lukisan tersebut tentunya sanggup dimanfaatkan sebagai suatu sumber untuk merekonstruksi sebuah insiden sejarah, namun tentunya tidak sembarangan dari setiap sumber-sumber visual yang ada tersebut harus melewati tahapan kritik terlebih dahulu supaya sanggup diketahui dapat dipercaya dan otentisitas sumber, sehingga sumber yang kita gunakan tersebut sanggup dipertanggungjawabkan.
Sedikit berbicara mengenai sumber, menyerupai yang telah kita ketahui, bahwa di dalam ilmu sejarah terdapat beberapa sumber yang sanggup kita gunakan untuk merekonstruksi atau menganalisis sebuah insiden sejarah, sumber tersebut yaitu terdiri dari sumber tertulis, sumber benda, sumber lisan, dan sumber tulisan. Dari kesemua sumber tersebut, sumber tertulislah yang sanggup dikatakan paling gampang didapatkan, mengingat sumber tertulis merupakan sumber utama dan sumber yang paling banyak tersedia di dalam kajian-kajian pada suatu literatur.
Namun demikian, meskipun kita banyak mengambil dari sumber-sumber tertulis dalam merekonstruksi sebuah peristiwa, apa salahnya kita pun harus berusaha untuk mencari dari kategori sumber yang lain menyerupai sumber benda, sumber verbal atau bahkan sumber visual. Untuk sumber benda hasilnya mungkin sanggup dikatakan tidak jauh berbeda dengan sumber tertulis yaitu cukup banyak ketersediaannya.
Alternatif lain yang sanggup kita coba yaitu sumber verbal yang di sanggup dari hasil wawancara dengan narasumber. Sumber verbal ini sanggup kita gali dengan cara mencari informasi kepada orang yang menyaksikan pribadi dari sebuah insiden yang terjadi atau paling tidak orang tersebut menjadi sumber se-zaman dari adanya suatu peristiwa.
Terlihat gampang memang, namun pada kenyataannya sumber verbal pun belum banyak dilirik oleh orang untuk dijadikan sebagai sumber referensi, mungkin hal ini terjadi akhir adanya keterbatasan informasi mengenai siapa saja yang harus dijadikan sebagai sumber verbal tersebut. Padahal, apabila sumber verbal ini sanggup dimaksimalkan dengan baik, kita mungkin sanggup merekonstruksi peristiwa-peristiwa secara lebih terperinci dan lebih mendalam, lantaran kita terhubung pribadi dengan orang yang ada pada sebuah insiden itu terjadi. Namun demikian, sumber verbal mempunyai kelemahan lantaran keberadaannya sangat terbatas dan sewaktu-waktu sanggup hilang, ini dikarenakan sumber verbal berasal dari manusia, yang artinya batas waktu dari keberadaan sumber tergantung dari usia orang yang dijadikan sebagai narasumber tersebut.
Kembali ke fokus utama yaitu mengenai sumber visual kita sanggup membagi sumber visual ke dalam dua arti, yaitu sumber visual dalam arti luas dan sumber visual dalam arti sempit. Dalam arti luas, sumber visual sanggup meliputi seluruh sumber termasuk sumber tertulis dan sumber benda. Sedangkan dalam arti sempit sumber visual hanya meliputi sumber-sumber gambar atau visual saja, baik bergerak maupun tidak bergerak bergerak, menyerupai misalnya foto, lukisan, dan film (dokumenter, fiksi atau informasi di media elektronik).
Menarik memang kalau kita sudah mengetahui sedikit wacana sumber visual, namun demikian perlu kita ingat dalam hal ketersediaan sumber, dibandingkan dengan sumber-sumber yang lainnya sumber visual sanggup dikatakan masih sulit dan belum banyak dipakai dalam hal merekonstruksi sebuah insiden masa lalu. Oleh karenanya sumber visual mungkin banyak dilupakan dan dipandang tidak penting sebagai materi rekonstruksi insiden sejarah. Hal ini mungkin disebabkan lantaran masih terbatasnya pengetahuan orang-orang mengenai sumber visual dan keterbatasan dalam mengelola sumber visual, ditambah lagi masih banyaknya sumber tertulis sebagai materi rujukan, menciptakan orang-orang enggan memakai sumber visual untuk dijadikan sebagai materi rujukan rekontruksi sebuah peristiwa.
Kalaupun memang ada, mungkin orang-orang pada umumnya tidak terlalu respon. Padahal, dari sumber-sumber visual kita sanggup mengungkap lebih banyak insiden dibandingkan dengan sumber tertulis, hal ini disebabkan lantaran dengan sumber visual seseorang sanggup lebih mengimajinasikan pikirannya dan apa yang di imajinasikannya itu akan lebih tergambar dengan baik.
Sebagai pola kita sanggup mengambil objek sebuah foto, dalam sebuah foto itu kita sanggup memetakan banyak hal dengan lebih terperinci daripada sumber tertulis, lantaran di dalam sebuah foto cukup dengan melihatnya saja mungkin kita sudah mengerti makna dari foto tersebut, berbeda dengan sumber tertulis yang tentunya memerlukan analisis dengan melaksanakan imajinasi atau pencitraan oleh otak kita dan belum tentu apa yang kita imajinasikan itu sesuai dengan kenyataannya.
Oleh lantaran itu, dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh sumber visual itu kita perlu memulai untuk menjadikannya sebagai salah satu sumber di dalam merekonstruksi sebuah peristiwa, bahkan bila perlu sanggup menjadikannya sebagai sumber rujukan yang utama. Dengan adanya sumber visual ini dibutuhkan nantinya di dalam setiap penulisan sebuah karya literatur, baik itu berupa buku maupun yang lainnya sanggup dikemas lebih menarik, apalagi di zaman perkembangan teknologi yang pesat menyerupai kini ini sumber-sumber tertulis yang ada pada media kertas sanggup saja semakin berkurang jumlahnya akhir dari adanya paperless culture.
Menanggapi hal itu kita tentunya sudah tidak perlu khawatir kalau saja kita mau memakai sumber visual sebagai sumber rekontruksi, lantaran intinya sumber visual sangat berlimpah keberadaannya yang niscaya sanggup kita manfaatkan menyerupai halnya foto, lukisan, atau film yang notabene menjadi primadona di zaman kini yang serba canggih ini.
Sebagai penutup, berdasarkan pandangan saya memang benar sejarah visual sebagai pecahan dari sumber rekonstrusi sanggup membantu membedah peristiwa-peristiwa masa kemudian degan lebih terukur dan lebih menarik. Selain itu, dengan adanya sejarah visual juga sanggup menjawab tantangan sejarah dengan menciptakan sejarah sanggup tetap eksis di dalam gempuran teknologi, dalam hal ini keberadaan sejarah dituntut harus tetap ada, meskipun sumber-sumber tertulis (kertas) sanggup saja semakin berkurang ataupun sanggup dikatakan hilang nantinya. Untuk itu, saya sebagai pecahan dari mahasiswa sejarah sangat mengapresiasi atas perjuangan yang telah dilakukan oleh Prof. Reiza dalam menyebarkan metode gres guna merekonstruksi insiden sejarah.
Baca Juga : Tradisi Upacara Minum Teh Orang Jepang
Sebagai penutup, berdasarkan pandangan saya memang benar sejarah visual sebagai pecahan dari sumber rekonstrusi sanggup membantu membedah peristiwa-peristiwa masa kemudian degan lebih terukur dan lebih menarik. Selain itu, dengan adanya sejarah visual juga sanggup menjawab tantangan sejarah dengan menciptakan sejarah sanggup tetap eksis di dalam gempuran teknologi, dalam hal ini keberadaan sejarah dituntut harus tetap ada, meskipun sumber-sumber tertulis (kertas) sanggup saja semakin berkurang ataupun sanggup dikatakan hilang nantinya. Untuk itu, saya sebagai pecahan dari mahasiswa sejarah sangat mengapresiasi atas perjuangan yang telah dilakukan oleh Prof. Reiza dalam menyebarkan metode gres guna merekonstruksi insiden sejarah.
Kedepannya saya mengaharapkan bahwa sejarah visual sanggup dijadikan sebagai sumber utama dalam melaksanakan sebuah rekonstruksi insiden masa lalu. Dan dengan adanya hal ini pula tentunya dapat memajukan perkembangan ilmu sejarah di Indonesia, khususnya di jurusan ilmu sejarah Universitas Padjadjaran sebagai aktivis lahirnya sejarah visual di Indonesia.
Sumber https://bapigif.blogspot.com/
Share This :
comment 0 Comment
more_vert